Surakarta
, juga disebut Solo atau Sala , adalah kota yang terletak di provinsi Jawa
Tengah, Indonesia yang berpenduduk 503.421 jiwa (2010) dan kepadatan penduduk
13.636/km2. Kota dengan luas 44 km2 ini berbatasan dengan Kabupaten Karanganyar
dan Kabupaten Boyolali di sebelah utara, Kabupaten Karanganyar dan Kabupaten
Sukoharjo di sebelah timur dan barat, dan Kabupaten Sukoharjo di sebelah
selatan. Sisi timur kota ini dilewati sungai yang terabadikan dalam salah satu
lagu keroncong, Bengawan Solo. Bersama dengan Yogyakarta, Solo merupakan
pewaris Kerajaan Mataram yang dipecah pada tahun 1755.
Surakarta
terletak di dataran rendah di ketinggian 105 m dpl dan di pusat kota 95 m dpl,
dengan luas 44,1 km2 (0,14 % luas Jawa Tengah). Surakarta berada sekitar 65 km
timur laut Yogyakarta dan 100 km tenggara Semarang serta dikelilingi oleh
Gunung Merbabu dan Merapi (tinggi 3115m) di bagian barat, dan Gunung Lawu
(tinggi 2806m) di bagian timur. Agak jauh di selatan terbentang Pegunungan
Sewu. Tanah di sekitar kota ini subur karena dikelilingi oleh Bengawan Solo,
sungai terpanjang di Jawa, serta dilewati oleh Kali Anyar, Kali Pepe, dan Kali
Jenes. Mata air bersumber dari lereng gunung Merapi, yang keseluruhannya
berjumlah 19 lokasi, dengan kapasitas 3.404 l/detik. Ketinggian rata-rata mata
air adalah 800-1.200 m dpl. Pada tahun 1890 – 1827 hanya ada 12 sumur di
Surakarta. Saat ini pengambilan air bawah tanah berkisar sekitar 45 l/detik
yang berlokasi di 23 titik. Pengambilan air tanah dilakukan oleh industri dan
masyarakat, umumnya ilegal dan tidak terkontrol.
READ MORE
READ MORE
Sampai
dengan Maret 2006, PDAM Surakarta memiliki kapasitas produksi sebesar 865,02
liter/detik. Air baku berasal dari sumber mata air Cokrotulung, Klaten (387
liter/detik) yang terletak 27 km dari kota Solo dengan elevasi 210,5 di atas
permukaan laut dan yang berasal dari 26 buah sumur dalam, antara lain di
Banjarsari, dengan total kapasitas 478,02 liter/detik. Selain itu total
kapasitas resevoir adalah sebesar 9.140 m3.Dengan kapasitas yang ada, PDAM
Surakarta mampu melayani 55,22% masyarakat Surakarta termasuk kawasan
hinterland dengan pemakaian rata-rata 22,42 m3/bulan.
Tanah
di Solo bersifat pasiran dengan komposisi mineral muda yang tinggi sebagai
akibat aktivitas vulkanik Merapi dan Lawu. Komposisi ini, ditambah dengan
ketersediaan air yang cukup melimpah, menyebabkan dataran rendah ini sangat
baik untuk budidaya tanaman pangan, sayuran, dan industri, seperti tembakau dan
tebu. Namun, sejak 20 tahun terakhir industri manufaktur dan pariwisata
berkembang pesat sehingga banyak terjadi perubahan peruntukan lahan untuk
kegiatan industri dan perumahan penduduk.
Surakarta
dan kota-kota satelitnya (Kartasura, Solo Baru, Palur, Colomadu, Baki, Ngemplak)
adalah kawasan yang saling berintegrasi satu sama lain. Kawasan Solo Raya ini
unik karena dengan luas kota Surakarta sendiri yang hanya 44 km persegi dan
dikelilingi kota-kota penyangganya yang masing-masing luasnya kurang lebih
setengah dari luas kota Surakarta dan berbatasan langsung membentuk satu
kesatuan kawasan kota besar yang terpusat.
Solo
Baru (Soba) merupakan kawasan yang dimekarkan dari kota Solo.[butuh rujukan]
Solo baru selain sebagai salah satu kota satelit dari Kota Surakarta juga merupakan
kawasan pemukiman bagi para pekerja atau pelaku kegiatan ekonomi di kawasan
Kota Surakarta. Di Solo Baru banyak terdapat perumahan sedang dan mewah, maka
dari itu Solo Baru juga merupakan kawasan pemukiman elit. Di Solo Baru juga
terdapat pasar swalayan Carrefour. Pandawa waterboom yang merupakan waterboom
terbesar di Jawa Tengah dan Yogyakarta terdapat di kawasan ini. Meskipun
termasuk dalam wilayah Kabupaten Sukoharjo tetapi secara ekonomi dan politis
Solo Baru lebih dekat ke Kota Surakarta, karena letak wilayah kotanya yang
langsung berbatasan dengan Kota Surakarta, bahkan pernah ada wacana tentang
penggabungan wilayah wilayah kota satelit di sekitar Surakarta termasuk Solo
Baru untuk dimasukkan ke dalam wilayahnya. Luas wilayah Kota Surakarta beserta
wilayah-wilayah kota penyangganya saat ini sekitar 150 km² dengan jumlah
penduduknya sekitar 1 juta jiwa.
Salah
satu sensus paling awal yang dilakukan di wilayah Karesidenan Surakarta
(Residentie Soerakarta) pada tahun 1885 mencatat terdapat 1.053.985 penduduk,
termasuk 2.694 orang Eropa dan 7.543 orang Tionghoa. Wilayah seluas 5.677 km²
tersebut memiliki kepadatan 186 penduduk/km². Ibukota karesidenan tersebut
sendiri pada tahun 1880 memiliki 124.041 penduduk.
Jumlah
penduduk kota Surakarta pada tahun 2010 adalah 503.421 jiwa, terdiri dari
270.721 laki-laki dan 281.821 wanita, yang tersebar di lima kecamatan yang
meliputi 51 kelurahan dengan daerah seluas 44,1 km2. Perbandingan kelaminnya
96,06% yang berarti setiap 100 orang wanita terdapat 96 orang laki-laki. Angka
ketergantungan penduduknya sebesar 66%. Catatan dari tahun 1880 memberikan cacah penduduk 124.041 jiwa.
Pertumbuhan penduduk dalam kurung 10 tahun terakhir berkisar 0,565 % per tahun.
Tingkat kepadatan penduduk di Surakarta adalah 11.370 jiwa/km2, yang merupakan
kepadatan tertinggi di Jawa Tengah (kepadatan Jawa Tengah hanya 992 jiwa/km2).
Jika
dibandingkan dengan kota lain di Indonesia, kota Surakarta merupakan kota
terpadat di Jawa Tengah dan ke-8 terpadat di Indonesia, dengan luas wilayah
ke-13 terkecil, dan populasi terbanyak ke-22 dari 93 kota otonom dan 5 kota
administratif di Indonesia.
Perekonomian
dan perdagangan
Seorang
penjual cabai di pasar di Solo
Industri
batik menjadi salah satu industri khas Solo. Sentra kerajinan batik dan
perdagangan batik antara lain di Laweyan dan Kauman. Pasar Klewer serta
beberapa pasar batik tradisional lain menjadi salah satu pusat perdagangan
batik di Indonesia. Perdagangan di Solo berada di bawah naungan Dinas Industri
dan Perdagangan
Selain
Pasar Klewer, Solo juga memiliki banyak pasar tradisional, di antaranya Pasar
Gedhe (Pasar Besar), Pasar Legi, dan Pasar Kembang. Pasar-pasar tradisional
yang lain menggunakan nama-nama dalam bahasa Jawa, antara lain nama pasaran
(hari) dalam bahasa Jawa: Pasar Pon, Pasar Legi, sementara Pasar Kliwon saat
ini menjadi nama kecamatan dan nama pasarnya sendiri berubah menjadi Pasar
Sangkrah. Selain itu ada pula pasar barang antik yang menjadi tujuan wisata,
yaitu Pasar Triwindu/Windu Jenar (setiap Sabtu malam diubah menjadi Pasar
Ngarsopuro) serta Pasar Keris dan Cenderamata Alun-Alun Utara Keraton Solo.
Pusat
bisnis kota Solo terletak di sepanjang jalan Slamet Riyadi. Beberapa bank,
hotel, pusat perbelanjaan, restoran internasional, hingga tujuan wisata dan hiburan
terletak di sepanjang jalan protokol ini, termasuk Graha Soloraya, Loji
Gandrung (rumah dinas wali kota). Pada hari minggu pagi, jalanan Slamet Riyadi
khusus ditutup bagi kendaraan bermotor, untuk digunakan sebagai ajang Solo Car
Free Day, sebagai bagian dari tekad pemda untuk mengurangi polusi. Beberapa mal
modern di Solo antara lain Solo Square, Solo Grand Mall (SGM), Solo Paragon,
Solo Center Point (SCP), Singosaren Plaza, Pusat Grosir Solo (PGS), Beteng
Trade Center (BTC), Hartono Mall Solo Baru, Pusat Perbelanjaan Luwes (Ratu
Luwes, Sami Luwes, Luwes Sangkrah, Luwes Gading, Luwes Nusukan, Luwes
Mojosongo, Luwes Palur), dan Palur Plaza.
Solo
memiliki beberapa pabrik yang mempekerjakan karyawan dalam jumlah yang besar
antara lain Sritex, Konimex, dan Jamu Air Mancur. Selain itu masih ada banyak
pabrik-pabrik lain di zona industri Palur. Industri batik juga menjadi salah
satu industri khas Solo.
source: www.wikipedia.org/berbagai sumber
0 komentar:
Posting Komentar
Silahkan Tinggalkan Pesan